Masalah sosial muncul akibat
terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita
yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial
dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah,
organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Banyak faktor
yang mempengaruhi adanya masalah sosial salah satunya adalah factor pendidikan.
Pendidikan adalah suatu pembelajaran
dan kebiasaan sekelompok untuk orang yang kemudian diturunkan baik dari
generasi 1 ke generasi selanjutnya, melalui pengajaran , pelatihan maupun
penelitian. Pendidikan yang sering terjadi saat ini adalah adalah di bawah
bimbingan orang lain, baik itu dosen, guru, ustadz, dll tetapi tatkala tidak
dari orang lain saja. Pendidikan juga terkadang bersumber dari keingintahuan
seseorang untuk lebih mempelajari sesuatu hal atau disebut juga dengan
otodidak.
Seiring berkembangnya globalisasi,
acuan pendidikan pun saat ini menuntut seseorang untuk bisa menjadi lebih maju,
lebih berfikir dewasa, dan dituntut untuk bisa memunculkan lebih banyak
kreatifitas. Meskipun pendidikan merupakan hak wajib bagi setiap warga negara,
tetapi masih banyak rakyat yang belum bisa mengenyam pendidikan karna faktor
ekonomi.
Ambil saja sebuah kasus yang ada di
pelosok Papua, disana masih banyak sekali anak-anak yang tidak bersekolah
karena alasan tidak mempunyai uang, bahkan mereka mengatakan “untuk makan saja
susah, apalagi untuk membiayai anak bersekolah” ujar salah satu orang tua di
Papua. Keadaan ini justru sangat berbanding terbalik dengan keadaan para
anggota DPR kita saat ini, mereke justru menghambur-hamburkan uang yang tidak
seharusnya milik mereka, tetapi itu adalah hak para rakyat kecil kita yang
berada di pelosok wilayah Indonesia.
Tentunya jika kita membahas
pendidikan di negeri kita ini tidak akan ada habisnya. Pendidikan kita ini
cenderung hanya bisa dinikmati oleh kalangan atas dan sedang saja, kalangan
bawah tidak menikmati pendidikan karena factor ekonomi yang sedang mereka
alami.
Berbicara tentang pendidikan, ada
satu masalah yang hingga saat ini belum dapat terselesaikan dengan baik oleh
para pengurus-pengurus di bidang pendidikan kita ini, yaitu adalah permasalahan
pencabutan K13 (Kurikulum 2013)
Ada
beberapa alasan mengapa saya mengambil tema Kurikulum 2013. Alasan pertama
adalah saat ini, kasus kurikulum 2013 ini memang sedang naik ke permukaan atau
sedang hits sekali diperbincangkan oleh kalangan manapun di negeri ini. Baik
ibu rumah tangga, pekerja kantoran, karyawan swasta ataupun juga pemerintahan
kita pun saat ini sedang sibuk sekali untuk membahas kurikulum 2013.
Alasan
kedua mengapa saya mengambil kasus ini adalah terjadi beberapa perubahan dalam
diri siswa. Misalkan anak-anak saat ini lebih cenderung ke arah untuk
berperilaku baik, sopan dll. Kalau di kurikulum sebelumnya, penilaian sikap itu
tidak ada rubriknya (Pengayaan) maka saat ini anak-anak jika ditinjau dari segi
objektif, ketika ada rubriknya anak-anak pun akan pun lebih peduli dengan
rubrik tersebut (akan mengisi nya). Itu adalah sisi positif K13 bagi anak-anak, sedangkan sisi negative
dari K13 ialah anak-anak menjadi tua sebelum waktunya, mereka banyak mendalami
hal-hal yang belum seharusnya mereka ketahui. Misalkan didalam perkembangan
musik di Indonesia, anak-anak cenderung mempunyai keinginan untuk lebih
mendalami arti dari lagu yang mereka dengarkan sebelumnya. Efeknya ialah jika
lagu yang mereka dengarkan bernada negatif, maka pola fikir mereka pun akan
cenderung mengarah ke hal-hal yang negatif pula, dan itupun yang sangat
ditakuti oleh para orangtua. Pengawasan orang tua pun menjadi hal yang tidak
kalah pentingnya, karena jika orang tua tidak mengawasi tingkah laku anaknya,
maka orang tua lah orang yang pertama kali merasa bersalah jika anaknya
berperilaku negatif.
Sebab
ketiga mengapa saya mengambil kasus ini adalah karena guru tidak siap mengajar
kurikulum baru ini. Karena sebagian besar dari guru itu belum mendapat training
atau pelatihan khusus untuk mengajar kurikulum baru ini. Sebagian kecil lainnya
ada yang sudah mengikuti, tetapi itupun paling sedikit dua hari dan paling
banyak adalah satu minggu. Mesikipun guru yakin bisa mengajar materi
pembelajaran sebagaimana pada saat kurikulum sebelumnya, akan tetapi mereka
merasa belum cukup mendapatkan materi kurikulum 2013 yang seutuhnya. Kualitas belajar
mengajar di sekolah dikhawatirkan semakin rendah, karena guru tidak menguasai
materi kurikulum 2013 sepenuhnya.
Tidak hanya itu, guru juga mengeluh
kesahkan metode penilaian siswa yang dianggap memberatkan bagi guru itu
sendiri. kenapa memberatkan? Karena guru membuat penilaian dalam bentuk narasi
untuk setiap siswa, yang harusnya hanya dibuat dalam bentuk angka saja,
sekarang dalam bentuk narasi. Itu sungguh sangat memberatkan bagi mereka
apalagi bagi guru yang mengelola murid dalam jumlah besar seperti SMP dan SMK
atau SMA. Seorang guru harus menilai lebih dari 200 siswanya secara naratif.
Padahal mengenal nama mereka (siswa) dalam satu tahun tahun pembelajaran saja
sangat sulit, karena guru hanya mengenal paling tidak beberapa murid, itupun
murid yang menonjol dan menarik perhatiannya.
Pengahupusan
kurikulum 2013 ini tentu menuai banyak reaksi dari berbagai pihak, tidak hanya
dari kalangan dinas pendidikan saja tetapi juga para pengajar, siswa maupun
para orangtua ataupun wali dari siswa tersebut. Banyak pihak yang menilai kalau
pemerintahan era Joko Widodo terlalu gegabah dalam mengambil keputusan.
Tetapi
Menurut Sulistyo, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Keputusan Menteri Pendidikan bapak
Anies Baswedan untuk membatalkan kurikulum 2013 itu sudah sangat efektif,
menurut dia, “kurikulum 2013 sebenarnya belum siap untuk diaplikasikan, dan
saya sangat menyambut gembira atas pembatalan kurikulum mentah itu”.
Setelah
meninjau dari segi objektif, maka kali ini saya akan meninjau dari segi
subjektif nya, yaitu akan mendalam mengenai dampak apa sajakah yang terjadi
dari kurikulum 2013 ini. Mulai dari pramuka, cara menilai, jam masuk maupun
pulang, keaktifan guru dalam mengajar, serta produksi buku yang lama dan banyak
menuai kekacauan.
Positifnya
adalah :
1. Kompetensi
kelulusan, ini merupakan adanya peningkatan dan keseimbangan, yang meliputi
aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan.
2. Kedudukan
mata pelajaran, Kompetensi yang semula
diturunkan dari matapelajaran berubah menjadi matapelajaran dikembangkan dari
kompetensi.
3. Jumlah
matapelajaran dari 12 menjadi 10, Dalam hal ini mata pelajaran TIK, Muatan
Lokal, dan “Pengembangan Diri” diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan
kegiatan lain. Sehingga tidak lagi ditemukan di struktur kurikulum 2013,
sementara itu dimunculkan satu mata pelajaran baru dengan nama Prakarya.
4.
TIK menjadi
media semua mata pelajaran, Hal ini menjelaskan bahwa mata pelajaran TIK
sesungguhnya tidak “dilenyapkan” seperti kekhawatiran beberapa pihak, namun
diintegrasikan pada setiap pelajaran pada saat setiap guru menyajikan
pembelajarannya. Kendala yang bisa muncul disini adalah faktor rendahnya
kemampuan guru dalam memanfaatkan ICT dan kekurangtersediaannya fasilitas ICT
di sekolah.
5. Mata
pelajaran Muatan lokal, bisa terintegrasi ke dalam mata pelajaran Penjasorkes,
Seni budaya, dan Prakarya dan Budidaya.
6. Jumlah
jam bertambah 6 jp/minggu akibat perubahan pendekatan jam pembelajaran Jumlah jam pelajaran per minggu yang tadinya 32
jam/minggu menjadi 38 jam/minggu.
Negatifnya
adalah :
1. Kurikulum
2013 ini dibuat tidak melalui riset atau evaluasi yang mendalam.
2. Memberatkan siswa, karena jam pelajaran ditambah
padahal siswa mempunyai batas maksimal waktu konsentrasi dalam belajar.
3. Ketidaksiapan guru karena terkesan mendadak.
4. Jumlah jam yang terlalu banyak, ini membuat para
siswa menjadi tidak bisa mengatur jam belajarnya dikarenakan terlalu banyak
waktu di sekolah.
5. Penyiapan guru (training) membutuhkan waktu yang
lama. Tidak hanya sekali atau dua kali pelatihan saja.
6. Terporsirnya waktu siswa disekolah untuk belajar dan
mengikuti ekstrakurikuler2 yang memang diwajibkan dalam ketentuan Kurikulum
2013.
7. Guru
seakan terpaku pada isi buku panduan tersebut karena apa yang akan diajarkan
hingga rancangan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sudah diatur di dalamnya.
Dengan segala sesuatunya sudah disiapkan, guru hanya tinggal melaksanakan dan
seolah hanya menjalankan tugas sesuai ketentuan yang berlaku didalam buku
tersebut.
Setelah
semua itu berlanjut, saya mempunyai saran yang kiranya dapat diterima mengenai
kurikulum 2013 ini, saran saya adalah sebaiknya kurikulum 2013 itu jangan
dihapus, selama masih bisa diperbaiki alangkah baiknya jangan dihapus, selain
itu adalah kita harus mengacu ke kurikulum 2006, kita juga harus memperbaiki
mental siswa dan pembangunan karakter, dan yang terakhir adalah melakukan
perbandingan dengan negara Finlandia, Finlandia adalah negara dengan sistem
pendidikan terbaik di dunia. Jam pulang siswa yang saya lihat itu terlalu sore,
bagaimana tidak anak kecil sudah kayak kuli, langsung ditekan sama pelajaran-pelajaran bikin stres.
Kasihan mereka pulang sore-malam, saya sampai bingung dengan pola pendidikan sekarang. Dari semua itu,
pemerintah dituntut untuk bertindak cepat guna generasi Indonesia di
tahun-tahun mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar