Sejarah Retorika
, ” ia mengajarkan prinsip – prinsip retorika yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk Athena“. Tahun 427 SM Gorgias dikirim sebagai duta ke Athena, negeri itu sedang tumbuh menjadi negara yang kaya. Bersama Phytagoras dan kawan – kawan, Gorgias berpindah dari satu kota ke kota lain, mereka adalah “dosen – dosen terbang”. Phytagoras menyebut kelompoknya Sophistai, “guru kebijaksanaan”, sejarahwan menyebut mereka kelompok sophis. Mereka berjasa mengembangkan retorika dan mempopulerkannya, buat mereka Retorika bukan hanya sebuah pidato tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika dan pengetahuan. Ada 2 tokoh yang ahli pidato contoh : Demosthenes danIisocrates. Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes mengembangkan gaya bicaraa yang berbunga – bunga, tetapi jelas dan keras. Gaya bahasa isocrates telah mengilhami tokoh – tokohRetorika sepanjang zaman: Cicero, Milton,Masillon, Jeremy Taylor dan Edmund Burke. Murid Socrates yang menerima pendapat gurunya tentang sophisme adalah Plato. Aristoteles murid Plato yang paling cerdas melanjutkan kajian Retorika ilmiah. TeoriRretorika Aristoteles sangat sistematis dan komprehensif, pada satu sisiRretorika telah memperoleh dasar teoritis yang kokoh. Retorika abad pertengahan dikenal dengan sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, Retorika selalu berkaitan dengan kenegarawanan. Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan juga buat Retorika. Abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400 – 1400) Di eropa selama periode panjang itu, warisan peradaban Yunani diabaikan. Aliran Retorika modern pertama dikenal dengan gerakan epistemologi dan aliran kedua dikenal dengan belles lettres sedangkan aliran ketiga dikenal gerakan elokusionis. Dalam perkembangannya gerakan elokusionis dikritik karena perhatian dan perhatian berlebihan pada teknik, dimana pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara spontan. Pada abad ke 20, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu – ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah Retorika pun mulai digeser oleh speech, speech communication, oral communication atau public speaking. Pada waktu mendatang ilmu ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa – mahasiswa di luar ilmu sosial.
Public Speaking
Public Speaking adalah salah satu bagian dari
komunikasi , kita harus memahami bahwa tujuan komunikasi adalah supaya orang
lain mengetahui apa yang anda sampaikan, melaksanakan apa yang kita mau dan
mengikuti apa yang kita katakan. Setiap profesi memiliki tujuan yang berbeda
dalam public speaking. Tentu seorang MC punya tujuan yang berbeda
dengan seorang sekretaris, seorang motivator berbicara di depan umum. Begitu
pula dengan pelawak, guru, pemilik usaha, manager atau dosen. Jadi tanyakan
pada diri kita, apa profesi kita dan apa tujuan kita berbicara didepan umum.
Ada 4 macam pidato berdasarkan persiapannya: 1. Impromtu
adalah pidato dadakan tanpa ada persiapan yang matang. 2. Manuskrip
adalah pidato dengan menggunakan naskah, dimana juru pidato membacakan naskah
pidato dari awal sampai akhir. Manuskrip ini cocok untuk tokoh nasional, bisa
juga menghindari kesalahan kata – kata / data. 3. Memoriter
adalah pesan pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata, seperti manuskrip.
4. Ekstempore adalah jenis pidato yang paling baik dan paling
sering dilakuakan oleh juru pidato yang mahir. Ada 3 prinsip penyampaian pidato
agar berjalan dengan baik, yaitu : 1. Kontak, melihat langsung pada khalayak
dengan cara keseluruhan dan dengan perhatian terbagi, tidak terpaku pada
catatan materi pokok, kontak seperti ini disebut kontak visual sedangkan kontak
mental dengan memperhatikan umpan balik atau respon dari khalayak. 2. Olah
vokal, mekanismenya mengubah bunyi menjadi kata, ungkapan atau kalimat.
Karakter dari olah vokal memberikan efek komunikasi. 3. Olah visual, berkaitan
dengan ekspresi pembicara dalam menyampaikan makna, menarik, perhatian dan
menumbuhkan kepercayaan diri dan semangat. Disamping menyampaikan makna, gerak
fisik dapat memelihara dan menarik perhatian. Jadi 3 hal yang harus
diperhatikan dalam penyampaian pidato adalah poise, pause, pose. Poise
artinya kepercayaan diri dan ketenangan, Pause artinya hentian yang
tepat yang menunjukkan olah vokal yang baik, Pose artinya penampilan
saat berpidato.
TRADISI
ILMU KOMUNIKASI DAN PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI
A. TRADISI-TRADISI DALAM ILMU
KOMUNIKASI
Dalam ilmu
komunikasi, penelitian terhadap gejala-gejala atau realitas komunikasi telah
berkembang sejak lama sehingga dalam ilmu komunikasi dikenal tradisi-tradisi
yang unik. Seorang Profesor komunikasi Universitas Colorado, Robert Craig,
telah memetakan tujuh (7) bidang tradisi dalam teori komunikasi yang disebut
sebagai 7 tradisi dalam Griffin(2000:22-35) , yakni :
1. Tradisi
Sosio-Psikologi (komunikasi merupakan pengaruh antarpribadi)
Tradisi ini mewakili perspektif
objektif/scientific. Penganut tradisi ini percaya bahwa kebenaran komunikasi
bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi ini
mencari hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan sebuah perilaku
komunikasi akan berhasil dan kapan akan gagal. Adapun indikator keberhasilan
dan kegagalan komunikasi terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada
pelaku komunikasi. Semua itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen.
Salah satu tokoh tradisi ini adalah
Carl I Hovland, seorang ahli psikologi yang sekaligus peletak dasar-dasar
penelitian eksperimen yang berkaitan dengan efek-efek komunikasi. Penelitiannya
berupaya:
a. Menjadi peletak
dasar proposisi empirik yang berkaitan dengan hubungan antara stimulus
komunikasi, kecenderungan audiens dan perubahan opini.
b. Memberikan
kerangka awal untuk membangun teori berikutnya.
Menurut Ilmuwan Yale ini dalam formula who says what to
whom with what effect, ada tiga variabel yang memiliki sifat persuasive,
yakni:
a. Who---sumber pesan.
b. What---isi pesan.
c. Whom---karakteristik audiens.
Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat yang
dinyatakan melalui skala sikap yang diberikan sebelum dan pesan disampaikan
oleh komunikator kepada komunikan.
Jadi perhatian penting dalam tradisi ini antara lain perihal
pernyataan, pendapat(opini), sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan efek
(pengaruh).
2. Tradisi
Cybernetic (komunikasi sebagai pemrosesan informasi)
Ide komunikasi
sebagai pemrosesan informasi pertama kali dikemukakan oleh ahli matematik,
Claude Shannon. Karyanya, Mathematical Theory Communication diterima
secara luas sebagai salah satu benih yang keluar dari studi komunikasi. Teori
ini memandang komunikasi sebagai transmisi pesan. Karyanya berkembang selama
Perang Dunia kedua di Bell Telephone Laboratories di AS. Eksperimennya
dilakukan pada saluran kabel telepon dan gelombang radio bekerja dalam
menyampaikan pesan.
Meski
eksperimennya sangat berkaitan dengan masalah eksakta, tapi Warren Weaver
mengklaim bahwa teori tersebut bisa diterapkan secara luas terhadap semua
pertanyaan tentang komunikasi insani (human communication).
Jadi dalam
tradisi ini konsep-konsep penting yang dikaji antara lain pengirim, penerima,
informasi, umpan balik, redudancy, dan sistem. Walaupun dalam tradisi ini
seringkali mendapat kritik terutama berkenaan dengan pandangan asumtif yang
cenderung menyamakan antara manusia dengan mesin dan menganggap bahwa suatu
realitas atau gejala timbul karena hubungan sebab akibat yang linier.
3. Tradisi Retorika (komunikasi sebagai
ilmu bicara yang sarat seni)
Ada enam
keistimewaan yang mencirikan tradisi ini:
a. Keyakinan bahwa
berbicara membedakan manusia dari binatang.
b. Ada kepercayaan
bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara yang
lebih efektif untuk memecahkan masalah politik.
c. Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang
pembicara mencoba mempengaruhi seorang audiens dari sekian banyak audiens
melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasive. Public speaking pada dasarnya merupakan komunikasi
satu arah.
d. Pelatihan
kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan. Seorang
pemimpin harus mampu menciptakan argumen-argumen yang kuat lalu dengan lantang
menyuarakannya.
e. Menekankan pada
kekuatan dan keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak secara emosional
dan menggerakkan mereka untuk beraksi/bertindak. Pengertian Retorika lebih
merujuk kepada seni bicara daripada ilmu berbicara.
f. Sampai tahun
1800-an, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan haknya. Jadi
retorika merupakan sebuah keistimewaan bagi pergerakan wanita di Amerika yang
memperjuangkan haknya untuk bisa berbicara di depan publik.
4. Tradisi
semiotic (komunikasi sebagai proses membagi makna melalui tanda)
Semiotika
adalah ilmu tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Sebuah tanda
adalah sesuatu yang menunjukkan sesuatu yang lain. Contohnya asap menandai
adanya api. sebagai suatu hubungan antara lima istilah berikut ini:
Lebih lanjut
Pawito(2007:23) menyatakan dalam tradisi lebih memusatkan pada perhatian
lambang-lambang dan simbol-simbol, dan memandang komunikasi sebagai suatu
jembatan antara dunia pribadi individu-individu dengan ruang di mana lambang-lambang
digunakan oleh individu-individu untuk membawa makna-makna tertentu kepada
khalayak.
Sehingga dalam
tradisi ini memungkinkan bahwa individu-individu akan memaknai tanda-tanda
secara beragam.
5. Tradisi Socio
Kultural (Komunikasi sebagai penciptaan dan pembuatan realitas sosial)
Premis tradisi
ini adalah ketika orang berbicara, mereka sesungguhnya sedang memproduksi dan
memproduksi kembali budaya. Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa
kata-kata mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi. Pandangan kita tentang
realitas dibentuk oleh bahasa yang telah kita gunakan sejak lahir. Ahli bahasa Universitas Chicago,
Edwar Sapir dan Benyamin Lee Whorf adalah pelopor tradisi sosio cultural.
Hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya menentukan apa
yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang
menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa
hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi
tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita
memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan.
Secara fungsional, bahasa adalah
alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared), karena
bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota
kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan
kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh; terhadap buah
pisang, orang sunda menyebutnya cau dan orang jawa menyebutnya gedang.
Secara formal,
bahasa adalah semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut
peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat dikatakan mempunyai tata bahasa/
grammarnya tersendiri. Contoh: sebuah kalimat dalam bahasa Indonesia yang
berbunyi “dimana saya dapat menukar uang ini?”, maka akan ditulis dalam bhasa
Inggris “where can I Change some money?”
6. Tradisi
Kritis (komunikasi adalah refleksi penolakan terhadap
wacana yang tidak adil).
Tiga asumsi dasar
tradisi kritis:
a. Menggunakan
prinsip-prinsip dasar ilmu sosial interpretif. Ilmuwan kritis menganggap perlu
untuk memahami pengalaman orang dalam konteks.
b. Mengkaji
kondisi-kondisi sosial dalam usahanya mengungkap struktur-struktur yang
seringkali tersembunyi
Istilah teori
kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman yang dikenal dengan sebutan
“Frankfurt School”. Para teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis. Kelompok ini
telah mengembangkan suatu kritik sosial umum, di mana komunikasi menjadi titik sentral
dalam prinsip-prinsipnya. Sistem komunikasi massa merupakan focus yang sangat
penting di dalamnya. Tokoh-tokoh pelopornya adalah Max Horkheimer, Theodore
Adorno serta Herbert Marcuse. Pemikirannya disebut dengan teori kritis. Ketika
bangkitnya Nazi di Jerman, mereka berimigrasi ke Amerika. Di sana mereka
menaruh perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai struktur
penindas dalam masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika.
Teori kritis
menganggap tugasnya adalah mengungkap kekuatan-kekuatan penindas dalam
masyarakat melalui analisis dialektika. Teori kritis juga memberikan perhatian
yang sangat besar pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat. Komunikasi
merupakan suatu hasil dari tekanan antara kreativitas individu dalam memberi
kerangka pesan dan kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut. Salah satu
kendala utama pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas
dominan dalam masyarakat menciptakan suatu bahasaa penindasan dan pengekangan,
yang membuat kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka
dan untuk keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah
menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannya
paradigma dominan. Hal itulah yang diungkapkan oleh Jurgen Habermas, tokoh
terkemuka kelompok Franfurt School di era berikutnya.
Habermas
menaruh perhatian khusus pada dominasi kepentingan teknis dalam masyarakat
kapitalis kontemporer. Dalam masyarakat seperti itu, public dan swasta terjalin
sampai pada tingkat di mana sector public tidak mampu mempertahankan diri
terhadap penindasan kepentingan teknis swasta. Idealnya, public dan swasta
seimbang, dan sector public harus cukup kuat untuk memberikan suatu iklim bagi
kebebasan gagasan dan debat. Dari bahasan tersebut, jelaslah bahwa Habermas
menilai komunikasi sangat penting bagi pembebasan. Bahasa sendiri merupakan hal
pokok bagi kehidupan manusia, dan bahasa menjadi alat di mana kepentingan
pembebesan dapat dipenuhi. Karenanya, kompetensi komunikasi diperlukan untuk
partisipasi yang efektif dalam pengambilan keputusan.
7. Tradisi
Fenomenologi (Komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain melalui dialog)
Meski
fenomenologi adalah sebuah filosofi yang mengagumkan, pada dasarnya menunjukkan
analisis terhadap kehidupan sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi
adalah pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada
pengalaman subyektifnya. Bagi seorang fenomenologis, cerita kehidupan seseorang
lebih penting daripada axioma-axioma komunikasi. Seorang psikologis, Carl
Rogers percaya bahwa kesehatan kliennya akan pulih ketika komunikasinya
menciptakan lingkungan yang nyaman baginya untuk berbincang. Dia menggambarkan
tiga kondisi yang penting dan kondusif bagi perubahan suatu hubungan dan
kepribadian, yakni:
a. Kecocokan/kesesuaian,
adalah kecocokan antara perasaan dalam hati individu dengan tampilan luar .
Orang yang tidak memiliki kecocokan akan mencoba mempengaruhi, bermain peranan,
sembunyi di balik suatu tedeng aling-aling.
b. Hal positif
yang tidak bersyarat, adalah sebuah sikap penerimaan yang bukan merupakan
kesatuan dalam penampilan.
c. Pemahaman
empatik.
B. PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI
Komunikasi
merupakan satu dari disiplin-disiplin yang paling tua tetapi yang paling baru.
Orang Yunani kuno melihat teori dan praktek komunikasi sebagai sesuatu yang
kritis. Popularitas komunikasi merupakan suatu berkah (a mixed blessing).Teori-teori
resistant untuk berubah bahkan dalam berhadapan dengan temuan-temuan
yang kontradiktif. Komunikasi merupakan sebuah aktifitas, sebuah ilmu social,
sebuah seni liberal dan sebuah profesi. Menurut Ruben&Steward (1998:18-37) perkembangan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. STUDI
KOMUNIKASI AWAL
Sebenarnya
sangat sulit untuk mendeteksi kapan dan bagaimana pertama kali dipandang
sebagai faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Berdasarkan sejarah,
komunikasi diekspresikan dan berperan dalam kehidupan manusia yaitu pada abad 5
SM dalam tulisan klasik bangsa Mesir dan Babilonia dan essay dari Hommer yang
berjudul Iliad pada abad 3000 SM. Pada tahun 2675 SM melalui ‘The Precepts”
adalah berisi panduan komunikasi efektif. Dan juga tampak pada kitab
perjajnjian lama (Bible) ketika Tuhan bersabda :Let there be light:and there
was light. Dan juga pada masayarakat Yunani yang melakukan kehidupan
demokratis dengan komunikasi oral.
2. RETORIKA
DAN PIDATO
Ada beberapa tokoh dalam perkembangan
studi awal komunikasi antara lain:
a. CORAX
DAN TISIAS
Teori komunikasi pertama yang dikembangkan di Greece adalah
oleh Corax dan kemudian disusun kembali oleh muridnya Tisias. Teori ini
berkaitan dengan berbicara di ruang pengadilan sebagai ketrampilan
persuasi.tisias meyakini bahwa persuasi adalah suatu seni yang kemudian disebut
retorika. Corax dan Tisias mengembangkan konsep organisasi pesan,
yaitu terdiri dari introduction, body, dan kesimpulan.
b.PROTAGORAS
Dia mengembangkan tentang debat. Dia mengajarkan bagaimana
seharusnya mennajdi seorang pembicara yang baik.
c. GORGIAS
DARI LEONTINI
Dia mengajarkan tentang penggunaan emosional dalam pidato
persuasif, penggunaan gaya dan figur-figur yang tepat untuk suatu pidato.
d.ISOCRATES
Dia mengajarkan
bagaimana seorang orator seharusnya dilatih dengan seni liberal dan bagaimana
menjadi seorang yang baik.
e. ARISTOTELES
Aristoteles dan
gurunya Plato adalah tokoh sentral dalam studi komunikasi awal ini. Keduanya
yang mengibarkan bahwa komunikasi adalah sebuah seni untuk dipraktekkan dan
sebagai area studi. Dia mendeskripsikan komunikasi menjadi suatu orator atau
speaker yang memberikan suatu argument untuk dipresentasikan dalam suatu pidato
untuk pendengar atau audience. Karya
klasiknya adalah The Rhetoric, yang berisi 3 buku yang menekankan pada the
speaker, the audience dan speech. Dalam bukunya yang pertama yang memfokuskan
pada persuasi yang mengenalkan ethos (sifat sumber), pathos ( emosi dari
audience) dan logos ( sifat dari pesan yang disampaikan sumber kepada
audience). Buku kedua menekankan pada sifat audience dan bagaimana pembicara
dapat membangun emosi audience. Menurut dia faktor demografi mempengaruhi
audience (termasuk usia dan kelas sosial) dalam menerima pesan.Dan buku ketiga
menekankan pada gaya dan bagaimana suatu pesan dikonstuksikan dan diterima.
f. AUGUSTINE
Dia
mengapliksikan komunikasi dalam melakukan interpretasi dari Bible dan tulisan
religious lainnya. Dia
menyatukan aspek praktis dan teoritis dari studi komunikasi.
g. SIR
FRANCIS BACON
Dia mengenalkan
pembuatan pidato dan penulisannya yang di susun untuk tujuan praktis.
h. PLATO
Dalam tulisannya Plato menggarisbawahi pentingnya
mempelajari retorika yang memberikan kontribusi untuk dapat menjelaskan
perilaku manusia. Bidang ini mempelajari sifat kata-kata, sifat manusia, cara
mereka hidup, dan segala yang dapat mempengaruhi manusia dalam kehidupannya.
i. CICERO
Dia
mengembangkan teori retorika dan melihat komunikasi sebagai persoalan akademik
dan praktis. Pandangannya bahwa komunikasi adalah komprehensif yang melibatkan
seluruh domain ilmu sosial.
j. QUINTILIAN
Dia mengajarkan bagaimana cara menjadi seorang komunikator
yang baik itu perlu dididik.
3. JURNALISME
Praktek jurnalistik dimulai pada tahun
3700 tahun lalu di Mesir, ketika laporan peristiwa-peristiwa pada waktu
dituliskan pada makam raja Mesir. Julius Caesar, dan mempunyai laporan
resmi mengenai berita-berita sehari-hari yang ditempatkan di tempat-tempat
public. Berita itu diperbanyak dan dijual. Pada awalnya surat kabar merupakan
campuran dari newsletter, balada, proklamasi, brosur politik, dan pamphlet yang
menggambarkan berbagai kejadian. Pertengahan 1600 an muncul surat kabar modern. Surat kabar
AS pertama ’Public Occurences Both Foreign and Domestic’ terbit tahun
1690 di Boston.
4. TAHUN
1900-AN-1930-AN PERKEMBANGAN PIDATO DAN JURNALISME
Awal
abad 19 pidato muncul sebagai sebuah disiplin tersendiri di AS:
a. Tahun
1909 dibentuk (Eastern States Speech Association).Tahun 1910 mengadakan
konferensi tahunan pertama.
b. Tahun
1914 terbentuk The National Association of Teachers of Public Speaking(sekarang
Speech Communication Association)
c. Tahun
1915 terbit jurnal ‘Quaterly Journal of Public Speaking’diikuti journal Quaterly
Journal of Speech.
5. TAHUN 1940-1N
DAN 1950-1N PERTUMBUHAN INTERDISIPLIN
Sejumlah sarjana dari variasi disiplin
ilmu sosial mulai mengembangkan teori-teori komunikasi yang merupakan perluasan
bidang-bidang komunikasi.Contohnya bidang antropologi yang mengkaji dan
gesture-gesture pada budaya-budaya tertentu berdasarkan pada kajian komunikasi
non verbal yang lebih luas.peneliti peneliti mulsai memberi perhatian pada
persuasi, termasuk bagaiamana propaganda dilakukan, bagaimana opini publik
dibentuk dn bagaimana perkembangan media yang memberi kontribusi pada usaha
persuasive. Kurt Lewin dan koleganya memimipin penelitian pada kelompok
dinamik. Carl Hovland dan Paul Lazarfeld melakukan riset awal pada komunikasi
massa.
Ilmuwan sosiologi dan politik
mempelajari sifat media massa dalam berbagai aktifitas social dan politik
misalnya voting behaviour.Dalam bidang zoology mengkaji mengenai komunikasi
diantara binatang-binatang.Demikian juga bidang linguistic , sematik umum, dan
semiotic yang memfokuskan pada sifat bahasa dan perannya dalam kehidupan
manusia yang mendorong studi ilmu komunikasi. Dalm retorika dan pidato pada
akhir tahun 1940an dan 1950an mengkaji mengenai interpretasi oral, suara,dan
diksi, debat, theater,fisiologi pidato,dan patologi pidato.Jurnalisme dan studi
media massa memberi perhatian pada sifat dan efek media massa dan komunikasi
massa.
Sampai akhir tahun 1950an mulai
terbentuk The National Society for the Study of Communication (sekarang The
International Communication Association)dengan tujuan membuat satu kesatuan
hubungan antara pidato, bahasa, dan media.Perkembangan-perkembangan ini
mempercepat pertumbuhan komunikasi sebagai sebuah disiplin ilmu.
Pada masa ini banyak muncul tokoh-tokoh
antara lain Harold D Lasswell yang mengkaji tentang propaganda politik pada
tahun 1948. Satu tahun kemudian Claude Shannon mempublikasikan hasil
penelitiannya di Bell Telepon tentang soal mesin dari pengiriman/trnasmisi
signal.hasilnya adalah menjadi dasar uytama model Shannon dan Weaver. Wirburr
Schramm juga mengkaji bahwa komunikasi merupakan upaya bertujuan untuk
menciptakan suatu kesamaan makna diantara sumber dan penerima.Pada tahun 1955
ilmuwan politik Elihu Katz dan Paul Lazarfeld memperkenalkan two step flow
model Mereka mengenalkan konsep opinion leader(pemuka pendapat). Dan
Bruce Westley dan Malcom S. Maclean,Jr. menyatakan bahwa proses komunikasi
adalah dimulai dari penerimaaan pesan bukan dari pengiriman pesan.Hal ini
merupakan gabungan antara komunikasi interpersonal dan komunikasi dalam media
massa.
6. TAHUN
1960-AN INTEGRASI
Pada tahun 1960 an para ilmuwan melakukan sintesa dari
retorika dan pidato, jurnalisme dan media massa, dan disiplin ilmu social
lainnya.kontribusi pada integrasi ini ditandai dengan berbagai buku antara lain
The Process of Communication(1960), The Effect s of Mass
Communication(1960), On Human Communication(1961), Diffusion of
Innovations (1962), The Science of Human Commnunication (1963), Understanding
Media(1964), and Theories of Mass Communication(1966).
Komunikasi
menarik minat beberapa displin lain selama decade 1960an. Para ahli sosiologis
memfokuskan pada dinamika kelompok, relasi social, asal pengethuan social. Para
ilmuwan politik menulis tentang peran komunikasi dalam pemerintahan,opini
public, propaganda dan pembentukan citra politik merupakan bidang komunikasi
politik. Pada bidang administrasi memperlajari tentang organisasi, managemen,
kepemimpinan, dan jaringan informasi yang menjadi dasar pertumbuhan komunikasi
organisasi yang muncul pada tahun 1970an. Bidang antropologi dan linguistic
bersama-sama sehingga memunculkan are studi komunikasi antar budaya dan selama
tahun 1960an para ahli zoology mengkaji komunikasi binatang.
7. TAHUN
1970-AN DAN AWAL 1980-AN PERTUMBUHAN DAN SPESIALISASI
Dalam periode ini beberapa bidang
kajian mulai popular. Perluasan dan spesialisasi bidang mencapai tingkatan
tinggi pada periode ini. Komunikasi interpersonal menjadi bidang yang popular
seperti mempelajari interaksi nonverbal, ilmu informasi, teori informasi dam
sistem informasi dan komunikasi merupakan topic lainnya yang juga menarik.
Dismaping itu pada tahun yang sama komunikasi kelompok, organisasi, politik,
internasional dan intercultural bermunculan sebagai area studi.
8. AKHIR
TAHUN 1980-AN DAN 1990 ABAD INFORMASI
Sebuah
masa dimana komunikasi dan tehnologi informasi secara meningkat telah memainkan
peran penting di masyarakat kita. Informasi sebagai komoditas. Media baru dan
media penyatu. Pengaruh ekonomi dan pasar. Komunikasi sebagai proses. Memperkuat hubungan antardisiplin:
a. Psikologi
kognitif ( persepsi,interpretasi, penyimpanan dan penggunaan informasi).
b. Kajian kritis
dan budaya (pengaruh sejarah, social, dan budaya pada penciptaan, transmisi,
interpretasi, akibat dan penggunaan pesan)
c. Ekonomi
(produksi dan konsumsi informasi sebagai sumberdaya ekonomi)
d. Ilmu komputer
dan rekaya elektrik (penyimpanan, mendapatkan kembali, manipulasi dan transmisi
informasi
e. Ilmu
informasi(klasifikasi, managemen dan penyimpanan infromasi)
f. Jurnalisme (sumber
infromasi, isi, komunikasi public dan media massa)
g. Sastra
(penciptaan dan interpretasi pembaca pada materi teks)
h. Pemasaran
(kebutuhan dan pilihan pengguna untuk adopsi dan penggunaan pesan, produk dan
layanan)
i. Filsafat(
dimensi dari proses komunikasi individual dan media massa)
SUMBER:
- Griffin, Em.(ed) 2003. A
First Look at Communication Theory, 5 th edition, : New York McGraw
Hill
- Littlejohn,
Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth
Publishing.
- Ruben,
Brent D, Stewart, Lea P, 1998, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn
and Bacon
- Pawito,
2007,Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: ,LKIS.
SEJARAH
SINGKAT PERKEMBANGAN RETORIKA: METAMORFOSIS TRADISI MENUJU ILMU PENGETAHUAN
Oleh : Daniel Rusyad Hamdanny
NPM : 210110080305
Retorika memiliki sejarah pertumbuhan dan perkembangan yang sangat panjang. Fakta ini dapat dibuktikan dengan sebuah realitas bahwa faculty of speech adalah salah satu fakultas yang berdiri pada awal berdirinya University of Oxford . Bahkan, jauh sebelum retorika yang juga dijuluki ilmu komunikasi, ilmu berpidato, atau ilmu berbahasa , bermetamorfosis menjadi subjek studi khusus. Secara naluriah, manusia sudah mengenal dan mempraktekan retorika dalam definisi yang lebih sederhana.
Oleh : Daniel Rusyad Hamdanny
NPM : 210110080305
Retorika memiliki sejarah pertumbuhan dan perkembangan yang sangat panjang. Fakta ini dapat dibuktikan dengan sebuah realitas bahwa faculty of speech adalah salah satu fakultas yang berdiri pada awal berdirinya University of Oxford . Bahkan, jauh sebelum retorika yang juga dijuluki ilmu komunikasi, ilmu berpidato, atau ilmu berbahasa , bermetamorfosis menjadi subjek studi khusus. Secara naluriah, manusia sudah mengenal dan mempraktekan retorika dalam definisi yang lebih sederhana.
Jauh sebelum Corax menulis Techne
Logon, Empedocles menggubah The Nature of Things, dan jauh sebelum Demosthenes
beradu opini dengan Isocrates dalam pergulatan lidah yang begitu memukau,
sebenarnya manusia purba pun telah mengindikasikan penggunaan basic rhetoric.
Manusia primitif dahulu kala biasa bergeram dan menyuarakan desis suara dalam
tatkala mereka merasakan ketidaknyamanan atau gangguan pihak luar. Bukankan
cara seperti itu termasuk dalam gaya komunikasi manusia?
Namun kita tidak sedang membahas
retorika dalm arti yang sederhana. Penulis, melalui esai ini, berusaha
memaparkan sejarah kemunculan, pertumbuhan, dan perkembangan retorika sebagai
ilmu dengan metode periodik; Pra-Yunani, Yunani, Pasca Yunani hingga sekarang.
Untuk lebih memahami karakteristik tipikal retorika dalam setiap periode itu,
penulis akan menyertakan ahli dan karya-karya distributif mereka pada
perkembangan retorika.
A. Retorika Pra-Yunani
A. Retorika Pra-Yunani
Bak rantai yang tidak terputus,
peradaban-peradaban yang ada di muka bumi ini tidak memulai keberadaannya,
dengan segala aspek yang dibawa, tanpa pengaruh peradaban sebelumnya. Begitu
pun dalam aspek ilmu pengetahuan, kecanggihan teknologi informasi dan
transportasi Amerika Serikat saat ini, misalnya, adalah buah pengembangan dasar-dasar
teknologi dalam bingkai ilmu matematika pada zaman Yunani Kuno. Ilmu matematika
pun pada hakikatnya tidak mungkin dapat dikonsumsi, apalagi dikembangkan, jika
tidak dihidupkan kembali oleh peradaban selanjutnya di Asia Barat. Disanalah
matematika mulai bertransformasi menjadi pengetahuan modern. Angka nol pertama
kali diperkenalkan, rumus trigonometri ditemukan, bahkan matematika telah
memiliki cabang tersendiri yakni al-jabar. Berpangkal dari pengembangan itu
semua akhirnya membuahkan penemuan komputer, dan sekarang peneman itu berimbas
pada zaman e-technology.
Dalam kaitannya dengan retorika.
Ilmu pengetahuan yang major area-nya kemampuan manusia dalam berkomunikasi ini
tidak bersifat statis. Dinamisme ilmu ini bisa kita melalui perkembangannya dari
zaman ke zaman lainnya. Dari masa dimana retorika hanya merupakan kebiasaan
manusia hingga masa yang menjadikan retorika disiplin ilmu dengan berbagai
teori dan definisi.
Orang-orang Mesopotamia, yang konon
peradabannya dijuluki the cradle of civilization , sebagaimana masyarakat Mesir
Kuno dan Assyria, yang datang setelahnya, mengasah kemampuan retorika mereka
dengan tujuan-tujuan ritual keagamaan . Ritual keagamaan seperti upacara
pengorbanan, permohonan surut Nil berkepanjangan, memperingati yaumu-l-hashaad
atau hari bersemi, dan sebagainya memang membutuhkan kepiawaian tokoh atau
pemimpin adat dalam menyampaikan pesan dan harapan-harapan masyarakat adat pada
Dewa di depan publik.
B. Retorika Pada Zaman Yunani
Melalui bukunya, Retorika Modern,
Jalaluddin Rahmat berpendapat bahwa uraian sistematis retorika diletakan
pertama kali oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani yang berada di bawah
pimpinan para tiran. Keadaan di bawah tekanan para tiran inilah yang
mengharuskan rakyat Syracuse pandai beretorika demi mempertahankan hak-hak
mereka yang diabaikan penguasa. Kemudian munculah seseorang di antara mereka
yang bernama Corax. Konon, Corax pernah menggubah sebuah makalah mengenai
Retorika yang ia beri judul Techne Logon. Para ahli berkeyakinan bahwa makalah
Corax ini berisikan tentang teori kemungkinan dalam bersilat lidah.
Di samping itu, Corax telah
meletakan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian:
pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan. Dari sini, para
ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato.
Di belahan lain kerajaan Yunani,
masih pada abad yang sama, terlahir pula tokoh yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan Retorika. Ia bernama Empedocles. Ia pernah berguru pada filosof
masyhur, Phytagoras, dan tulisannya The Nature of Things kelas membawanya
menjadi terkenal. Sebagai mistikus, filosof, politisi, dan orator, Empedocles
memiliki kepribadian yang lengkap. Distribusi akbar politisi anti aristokrasi
tersebut dalam pengembangan retorika adalah kepiawaiannya mengajarkan
prinsip-prinsip retorika yang kelak dijual Gorgias kepada penduduk Athena.
Selain Corax dan Empedocles, masih
banyak tokoh-tokoh lain yang memerankan peranan penting dalam pengembangan
Retorika pada zaman Yunani Kuno. Jumlah tokoh yang banyak itu tak bisa
dilepaskan dari citra dan pandangan yang melekat pada retorika itu sendiri.
Konon, Retorika dipandang sebagai keahlian kaum ningrat saja. Tidak semua
mampu, atau bahkan boleh, mempelajari Retorika. Dan negara sendiri memfasilitasi
para jago orasi sebuah match even yang bergengsi laiknya perlombaan olah raga
tingkat dunia.
Diantara tokoh-tokoh yang banyak,
yang penulis kategorikan sebagai the most important setelah Corax dan
Empedocles, itu adalah Protagoras, Demosthenes, Isocrates, Plato, dan muridnya,
Aristotles. Protagoras, yang juga anggota kelompok sophistai –sejarawan
menyebutnya sophis- berjasa mengembangkan retorika dan memopulerkannya.
Retorika, bagi mereka bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan
sastra, gramatika, dan logika. Mereka tahu bahwa rasio tidak cukup untuk
meyakinkan orang. Mereka juga mengajarkan teknik memanipulasi ekonomi yang
dikenal dengan hypocrisis. Malalui teknik inilah orator menyapa para pendengar
langsung ke lubuk hati mereka yang paing dalam. Berkat kegigihan protagoras dan
kawan-kawannya yang tergolong dalam kaum sophislah bermunculan jago-jago pidato
pada berbagai area seperti olipmiade, gedung perwakilan, dan pengadilan.
Demosthenes dan Isocrates –di balik
perbedaan keduanya yang cukup fundamental- adalah produk kaum sophis yang
bekerja all-out dalam memasyarakatkan Retorika. Demosthenes dikenal sebagai
orator yang memiliki gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan
keras. Ia pandai dalam menggabungkan narasi dan argumentasi, ekspresionis
ulung, lantang, dan memiliki cara yang unik dalam berlatih. Yakni menyendiri di
dalam gua buatannya secara konsisten. Pada zamannya, tak satupun menyangsikan
patriotisme Demosthenes kecuali Aeschines. Perselisihan pun tak dapat dihindarkan
pada acara pengannugrahan Demosthenes penghargaan. Perdebatan terjadi antara ia
dengan Aeschines yang akhirnya dimenangkan Demosthenes.
Adapun Isocrates, ia dikenal sebagai
tokoh yang mengangkat citra retorika sebagai ilmu yang terbatas. Keterbatasan inilah
yang akhirnya membuat Retorika menjadi ilmunya kaum berada saja. Namun, dibalik
langkahnya yang kulang populer itu, Ia telah mendirikan sekolah retorika yang
paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam
susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan, dalam rentetan anak kalimat
yang seimbang dengan pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Karena ia tidak
mempunyai suara yang baik dan keberanian untuk tampil, ia hanya menuliskan
pidatonya. Ia menulis risalah-risalah pendek dan menyebarkannya. Sampai
sekarang risalah-risalah ini dianggap warisan prosa Yunani yang menakjubkan.
Gaya bahasa Isocrates telah mengilhami tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman:
Cicero, Milton, Massillon, Jeremy Taylor, dan Edmund Burke.
Dua tokoh yang penulis sebutkan
terakhir, Plato dan Aristotles, boleh jadi gambaran air mata guru mereka
Socrates. Socrates yang amat kecewa atas matrealisme kaum sophis yang
menjadikannya bagian dari kaum termarginalkan. Ia mengkritik kaum sophis
sebagai para prostitut. Prostitut dalam artian orang yang menjual kebijaksanaan
dengan uang. Plato, sebagai refleksi atas apa yang telah menimpa gurunya,
mengategorikan kebenaran menjadi kebenaran relatif yang didapat dalam sophisme,
dan kebenaran sejati yang manusia temukan dalam filsafat.
Sedangkan langkah progresif Aristotles terhadap perkembangan retorika adalah kontribusi ilmiah beliau dalam De Arte Rhetorica yang daripadanya kita mengenal Lima Hukum Retorika; inventio, dispositio, elocutio, memoria, pronuntiatio.
C. Retorika Zaman Romawi
Sedangkan langkah progresif Aristotles terhadap perkembangan retorika adalah kontribusi ilmiah beliau dalam De Arte Rhetorica yang daripadanya kita mengenal Lima Hukum Retorika; inventio, dispositio, elocutio, memoria, pronuntiatio.
C. Retorika Zaman Romawi
Pada zaman Romawi, Retorika sempat
mengalami gejala statis. Tidak banyak kemajuan yang berarti tercipta, pasca De
Arte Rhetorica, dua ratus tahun sebelumnya, digubah oleh Aristotles. Rupanya
hal ini mengindikasikan akan kuat dan komprehensifnya pembahasan yang tertuang
di dalam masterpiece murid kesayangan Plato tersebut.
Adapun pustaka mengenai retorika
yang muncul pada zaman romawi diantaranya Ad Herrenium yang ditulis dalam
bahasa Latin. Namun, cakupan buku ini terlalu sederhana untuk kemudian bisa
menjadikannya karya fenomenal. Ad Herrenium hanya berbicara tentang warisan
retorika gaya Yunani. Dan itupun lebih menekankan aspek praktisnya saja.
Kendati demikian, pada zaman ini
banyak terlahir orator-orator ulung seperti Antonius, Crassus, Rufus,
Hortensius, dan Cicero. Yang terakhir inilah yang sepertinya merupakan best of
the best dari sekian orator yang hidup pada zaman Romawi. Sampai-sampai Kaisar
Roma pun memuji Cicero, "Anda telah menemukan semua khazanah retorika, dan
Andalah orang pertama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh
kemenangan yang lebih disukai dari kemenangan para jenderal. Karena
sesungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada
memperluas batas-batas kerajaan Romawi".
Will Durant mendeskripsikan keunikan
Cicero bahwa ia menyajikan orasinya secara bergelora, ia juga menggunakan humor
dan anekdot, selain itu ia lihai menyentuh perasaan pendengar, terampil dalam
mengalihkan perhatian, tak jarang memberondong pertanyaan retoris yang sult
dijawab, dan pandai menyederhanakan materi yang sulit.
Statisnya perkembangan retorika di
zaman Romawi akhirnya dapat dirobohkan setelah Quintillianus mendirikan sekolah
retorika. Sebagaimana singa podium lainnya, barang tentu Quintillianus memiliki
perspektif sendiri tentang apa itu retorika? dan apa-apa sajakah yang
seyogyanya dimiliki oleh seorang orator?
Secara singkat, berikut adalah
jawaban dari pertanyaan tersebut. Quintillianus mendefinisikan retorika sebagai
ilmu berbicara yang baik. Siapa-siapa yang ingin mendalami retorika haruslah
dari besar dalam keluarga yang terdidik dan pendidikan orator pun harus dimulai
sedini mugkin, kalau bukan sebelum ia terlahir. Dan calon orator harus dibekali
musik, gimnastik, sastra, sains, filosofi, dan gemar baca-tulis, yang
kesemuanya itu akan mengantarkannya menjadi manusia yang mendekati sempurna.
D. Retorika Abad Pertengahan dan Zaman Daulat Islamiah
D. Retorika Abad Pertengahan dan Zaman Daulat Islamiah
Tak satupun manusia menyangsikan
bahwa ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya Retorika, mengalami pembungkaman
umum pada medieval ages di Eropa yang selalu diidentikan dengan doktrin sakral
gereja. Hal ini menjadi amat masuk akal, jika kita menilik pada syarat tumbuh
kembangnya Retorika, yakni miliu demokratis yang membebaskan setiap individu
seluas-luasnya untuk berkarya. Maka, dengan hilangnya miliu demokratis ini,
mandul pulalah perkembangan Retorika yang pada saat bersamaan dianggap kesenian
jahiliyah.
Doktrin gereja yang membutakan
manusia akan kebenaran alam raya ini akhirnya membawa manusia pada era
kegelapan. Di mana banyak ilmuwan yang menjadi korban inkuisisi gereja atas
ketidakklopan teori mereka dengan isi bible yang sakral. Vakumlah, jika tidak
mati, ilmu pengetahuan untuk sementara.
Seperti yang telah penulis singgung
sebelumnya bahwa peradaban bak rantai yang saling bertautan yang saling
menyambung satu dan lainnya. Pada saat-saat kegelapan membutakan Eropa. Geliat
kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan bergulir kembali ke daerah Asia Barat
dan Afrika Utara. Di mana ketiga Abrahamic Faiths muncul. Bergulirnya kemajuan
peradaban dan ilmu pengetahuan ke sana tentu bukan tanpa alasan. Dan alasan
yang paling prinsipil adalah adanya kepemimpinan –boleh jadi imamah, riasah,
khilafah, ataupun imarah- yang baik.
Ihya’ atau penghidupan kembali ilmu-ilmu
yang sempat mati suri akibat doktrin sesat gereja terjadi di Timur pada zaman
Daulat Abbasiyah dan mencapai puncaknya pada masa khilafah Harun
Al-Rasyid.Konon, Pada masanya hidup ahli-ahli bahasa terkenal yang memelopori
penyusunan tata bahasa, seni bahasa, dan nada sajak. Diantaranya Khalaf Al
Ahmar, Al Ashmai, Al Khalil Bin Ahmad Al Farahidi, Akhfasyi Al Akbar, Akhfasy
Al Awsath, Sibawaihi dan Al Kisai .
Menurut Imam Subakir Ahmad, MA, pakar peradaban Islam, founding fathers Daulat Islamiyah –As Safah, Al Mansur, dan Al Mahdi- adalah pakar pidato. Dan pidato pada saat itu digunakan berbagai kesempatan seperti upacara kenegaraan, penerimaan duta, pembagian harta rampasan perang, ritual keagamaan, bebagai peringatan dan perkumpulan.
Menurut Imam Subakir Ahmad, MA, pakar peradaban Islam, founding fathers Daulat Islamiyah –As Safah, Al Mansur, dan Al Mahdi- adalah pakar pidato. Dan pidato pada saat itu digunakan berbagai kesempatan seperti upacara kenegaraan, penerimaan duta, pembagian harta rampasan perang, ritual keagamaan, bebagai peringatan dan perkumpulan.
Seiring dengan jumlah ilmuwan,
pakar, ahli bahasa, dan ulama yang sangat besar, banyak pula hasil temuan
ilmiah maupun hasil terjemahan buku-buku berbahasa Yunani ke dalam Bahasa
Persia maupun Arab. Hal ini didukung oleh apresiasi luar biasa yang diberikan
oleh seorang khalifah terhadap ilmuwan yang berhasil menulis maupun
menerjemahkan buku. Konon, khalifah memberikan imbalan mas sepadan dengan berat
buku yang berhasil digubah .
Diantara kemajuan ilmu pengetahuan
tersebut, Retorika memiliki posisi yang lebih daripada ilmu pengetahuan
lainnya. Hal ini karena khitobah atau retorika dalam tradisi keilmuwan Islam
didasari oleh banyak sekali disiplin ilmu seperti As Sharf, An Nahwu, Al
Ma’ani, Al Bayan, Al Balaghah, Qardul Syiri, dan sebagainya, yang kesemuanya
itu merujuk pada Al-Qur’anul Karim.
Bahkan Islam sendiri dibawa oleh Nabi yang sangat fasih dalam berbahasa Arab . Begitu pun dengan pengganti-penggantinya –Abu Bakr, Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib- yang keseluruhannya piawai dalam berorasi. Tidak sedikit pidato-pidato mereka yang terdokumentasikan dengan begitu apiknya, sehingga kita yang hidup pada abad ke-21 ini pun masih bisa menikmati keindahan kata, keagungan makna, dan kekuatan semangat yang mereka miliki melalui arsip pidatonya itu.
Bahkan Islam sendiri dibawa oleh Nabi yang sangat fasih dalam berbahasa Arab . Begitu pun dengan pengganti-penggantinya –Abu Bakr, Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib- yang keseluruhannya piawai dalam berorasi. Tidak sedikit pidato-pidato mereka yang terdokumentasikan dengan begitu apiknya, sehingga kita yang hidup pada abad ke-21 ini pun masih bisa menikmati keindahan kata, keagungan makna, dan kekuatan semangat yang mereka miliki melalui arsip pidatonya itu.
Pada kenyataannya, pidato merupakan
instrumen yang sangat menentukan perjalanan sejarah manusia. Tak sedikit
peperangan yang dimenangkan oleh pihak yang secara kuantitas tidak sepadan
dengan jumlah pasukan musuhnya hanya karena pemimpin yang berhasil memompa adrenalin
sekaligus membakar semangat jiwa dan raga pasukannya itu. Kita tentu akan
diingatkan dengan aksi Thariq bin Jiyad yang membakar seluruh kapal dan perahu
pasukannya sesampainya mereka ke Andalus seraya berkata: “Kita ke sini bukan
untuk kembali.....” Dan kemenanganlah akhirnya yang mereka tuai .
Berikut adalah karakteristik pidato
pada Era Abbasiah:
1. Pidato itu mengalir pada alur berbingkai agama;
2. Adakalanya pidato sangat bernuansa politis seperti rayuan pada sultan dan sebagainya;
3. Memiliki kekuatan dalam menyentuh kalbu dan memancing tangis pendengar;
4. Kata yang digunakan benar-benar apik, perumpamaan yang mudah dipahami, dan kalimat yang penuh arti;
5. Dimulai dengan hamdalah dan pujian untuk Allah;
6. Keutamaan dalam penggunaan ushlub atau struktur kalimat Qurani;
7. Adakalanya orator berbicara dengan ijaz (Arab. Penyederhanaan kalimat) atau dengan Ishab (pemanjangan kalimat)
8. Sesuai dengan tradisi yang berlaku, orator biasanya menggunakan penutup kepala,memakai sorban, dan memegang tongkat –sebagaimana yang kita lihat pada khutbah jumat di beberapa masjid- sembari berdiri .
E. Retorika Modern
1. Pidato itu mengalir pada alur berbingkai agama;
2. Adakalanya pidato sangat bernuansa politis seperti rayuan pada sultan dan sebagainya;
3. Memiliki kekuatan dalam menyentuh kalbu dan memancing tangis pendengar;
4. Kata yang digunakan benar-benar apik, perumpamaan yang mudah dipahami, dan kalimat yang penuh arti;
5. Dimulai dengan hamdalah dan pujian untuk Allah;
6. Keutamaan dalam penggunaan ushlub atau struktur kalimat Qurani;
7. Adakalanya orator berbicara dengan ijaz (Arab. Penyederhanaan kalimat) atau dengan Ishab (pemanjangan kalimat)
8. Sesuai dengan tradisi yang berlaku, orator biasanya menggunakan penutup kepala,memakai sorban, dan memegang tongkat –sebagaimana yang kita lihat pada khutbah jumat di beberapa masjid- sembari berdiri .
E. Retorika Modern
Seperti halnya filsafat, bahkan
ajaran agama yang terbagi ke dalam beberapa school of thought, retorika pun
pada perkembangannya pada sekitar abad ke-19 sampai 20 terpecah ke dalam
sejumlah aliran yang diusung oleh pakar retorika pada zamannya.
Berikut adalah beberapa aliran
retorika, karakteristiknya, dan tokoh yang memperkenalkannya. Yang pertama
adalah aliran epistemologis, aliran ini menekankan proses psikologi dalam
retorika. Beberapa tokoh yang berhaluan aliran ini adalah George Campbell dan
Richard Whately. Baik Campbell maupun Whately menekankan pentingnya menelaah
proses berfikir khalayak.
Aliran kedua bernama belles lettres
disingkat belletris (Prancis. tulisan yang indah). Retorika belletris sangat
mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan
mengabaikan segi informatifnya. Tokohnya yang paling terkenal adalah Hugh Blair
yang memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh
kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah.
Sedangkan aliran ketiga –berbeda
dengan kedua aliran sebelumnya yang lebih menekankan aspek persiapan pidato-
lebih mengetengahkan teknik penyampaian pidato. Aliran ini bernama gerakan
elokusionis. Diantara tokoh-tokohnya yang paling masyhur adalah Gilbert Austin
dan James Burgh. Burgh, dalam hal ini, pernah menjelaskan tentang 71 emosi dan
cara menyampaikannya. Karena aliran yang terakhir ini lebih berfokus pada aspek
artifisial saja, dampaknya orator jadi terkesan tidak bicara secara spontan
namun dibuat-buat.
Pada abad ke-20, retorika mengambil
manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern - khususnya ilmu-ilmu
perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser
oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau public
speaking. Pakar retorika yang mencuat pada abad ini adalah James A. Winans,
Charles Henry Woolbert, William Noorwood Brigance, Alan H. Moonroe, dan Dr. Charles
Hurst.
Model
Komunikasi Retorika (Aristoteles)
Model Komunikasi Menurut Aristoteles
Model komunikasi yang digunakan oleh Aristoteles
pada dasarnya adalah model komunikasi paling klasik, model ini disebut model
retoris (rhetorical model). Inti dari komunikasi ini adalah persuasi,
yaitu komunikasi yang terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan
pembicaraannya kepada khalayak dalam mengubah sikap mereka. Ilmu retorika pada
awalnya dikembangkan di Yunani berkaitan dengan ilmu tentang seni berbicara (Techne
Rhetorike).
Dalam bukunya yang
berbicara mengenai Rhetorica, Aristoteles
berusaha mengkaji mengenai ilmu komunikasi
itu sendiri dan merumuskannya kedalam model
komunikasi verbal. Model komunikasi verbal dari
Aristoteles ini merupakan model komunikasi pertama dalam ilmu
komunikasi. Ia juga menuliskan bahwa
suatu komunikasi akan berjalan apabila ada 3 unsur utama komunikasi yaitu
pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar. Aristoteles
memfokuskan komunikasi pada komunikasi retoris atau yang lebih di kenal saat ini dengan komunikasi publik (public
speaking) atau pidato, sebab pada
masa itu seni berpidato terutama
persuasi merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan pada bidang hukum seperti pengadilan, dan teori
retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika (mempersuasif).
Perlu diingat bahwa model komunikasi
ini semakin lama semakin berkembang, tapi selau akan ada tiga aspek yang selalu
sama dari masa ke masa, yaitu : sumber pengirim pesan, pesan yang dikirimkan,
dan penerima pesan. 1
DIAGRAM
MODEL KOMUNIKASI ARISTOTELES
TRADISI RETORIKA
Ada
2 tradisi retorika, yaitu :
- Kebenaran
haruslah logis, realistis dan rasional
- Kebenaran itu
absolut, tidak peduli apakah kebenaran ini punya nilai praktis. 2
Ada enam keistimewaan yang mencirikan
tradisi ini:
- Keyakinan bahwa
berbicara membedakan manusia dari binatang.
- Ada kepercayaan
bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara
yang lebih efektif untuk memecahkan masalah politik.
- Retorika
merupakan sebuah strategi di mana seorang pembicara mencoba mempengaruhi audience
melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasif. Public speaking
pada dasarnya merupakan komunikasi satu arah.
- Pelatihan
kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan. Seorang pemimpin
harus mampu menciptakan argumen-argumen yang kuat lalu dengan lantang
menyuarakannya.
- Menekankan pada
kekuatan dan keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak secara
emosional dan menggerakkan mereka untuk beraksi/bertindak. Pengertian
Retorika lebih merujuk kepada seni bicara daripada ilmu berbicara.
- Sampai tahun
1800-an, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan haknya.
Jadi retorika merupakan sebuah keistimewaan bagi pergerakan wanita di
Amerika yang memperjuangkan haknya untuk bisa berbicara di depan
publik. 3
ELEMEN POKOK RETORIKA
ASUMSI-ASUMSI TEORI RETORIKA
Ada 2 asumsi yang terdapat
teori retorika, yaitu :
Contoh : Jokowi berpidato
tentang bahaya korupsi di universitas.
ARGUMEN TIGA TINGKAT
Logos adalah salah satu dari tiga bukti yang menurut
Aristoteles menciptakan pesan yang lebih efektif. Berpegang pada bukti-bukti
logis ini merupakan sesuatu yang disebut silogisme (syllogism). Namun,
kemudian muncul istilah yang juga popular yaitu entimem (entymeme).
Silogisme adalah sekelompok
proporsi yang berhubungan satu sama lain dan menarik sebuah kesimpulan dari
premis-premis mayor dan minor. Silogisme sebenarnya merupakan sebuah argument
deduktif yang merupakan sekelompok pernyataan (premis) yang menuntun pada
sekelompok pernyataan lainnya (kesimpulan).
Entimem adalah silogisme
yang didasarkan pada kemungkinan (probability), tanda (sign)
dan contoh (example), dan berfungsi sebagai persuasi. Kemungkinan
adalah pernyataan-pernyataan yang secara umum benar tetapi masih membutuhkan
pembuktian tambahan. Tanda adalah pernyataan yang menjelaskan alasan bagi
sebuah fakta. Contoh adalah pernyataan-pernyataan baik yang faktual maupun
yang diciptakan oleh pembicara. Entimem dalam hal ini memungkinkan khalayak
untuk mendeduksi kesimpulan dari premis-premis yang atau dari pengalaman
mereka sendiri. James McBurney, mengingatkan bahwa entimem merupakan dasar
dari semua wacana persuasive. Karenanya entimem juga berhubungan dengan ethos
dan pathos. Larry Anhart, percaya akan adanya kesalingterhubungan
antara entimem dan bentuk-bentuk bukti ketika ia menyimpulkan bahwa kekuatan
persuasif entimem terletak didalam kemampuannya untuk menjadi logis dan
etis
“Entimem dapat digunakan tidak hanya untuk membangun
sebuah kesimpulan sebagai kebenaran yang mungkin tetapi juga untuk mengubah
emosi para pendengar atau untuk membangun rasa percaya mereka akan karaketer
dari pembicara”
Silogisme dan entimem secara
struktur sama. Akan tetapi, silogisme berhubungan dengan kepastian sedangkan
entimem berhubungan dengan kemungkinan.
KANON RETORIKA
Kanon merupakan tuntunan
atau prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pembicara agar pidato persuasif
dapat menjadi efektif, yaitu :
KEGUNAAN RETORIKA
Konrad Lorenz pernah mengatakan
“Apa yang diucapkan tidak berarti juga di dengar,
apa yang di dengar tidak berarti juga di mengerti, apa yang di mengerti tidak
berarti juga di setujui, apa yang di setujui tidak berarti juga di terima,
apa yang di terima tidak berarti juga di hayati dan apa yang di hayati tidak
berarti juga mengubah tingkah laku”
Retorika penting supaya apa
yang di ucapkan dapat di dengar, apa yang di dengar dapat di setujui, apa
yang disetujui dapat di terima, apa yang diterima dapat di hayati dan apa
yang di hayati dapat mengubah tingkah laku. 6
JENIS RETORIKA
o Contoh : bahasa komunikasi saat di pengadilan
o Contoh : bahasa komunikasi ketika memberikan pidato
seremonial
KELEBIHAN
KELEMAHAN
Daftar
Pustaka
9
Michael Burgoon (1974), Appproaching Speech/ Communication. New York:
Holt, Rinehart & Winston.
11 Mulyana Deddy
(2008), Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Jakarta : Remaja Rosdakarya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar